Program Tindak Lanjut (Perencanaan Pembelajaran)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dunia pendidikan
mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan
untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga
mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara
menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan)
maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang
seobyektif mungkin.
Dengan demikian, semua
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan
diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama,
setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang
secara maksimal. Kedua, adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat
dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di
sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan
kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh
siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan
menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam
mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
Dengan demikian kami, membuat makalah
tentang masalah-masalah yang ada dalam belajar, mengidentifikasi murid yang
bermasalah, dan membantu murid untuk mengatasi masalah dalam belajar.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam masalah dalam
belajar?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi murid
yang bermasalah dalam belajar?
3. Bagaimana upaya untuk membantu murid
mengatasi masalah dalalm belajar?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui macam-macam masalah dalam belajar
2.
Untuk
mengetahui cara mengidentifikasi murid yang bermasalah dalam belajar
3.
Untuk
mengetahui upaya apa saja untuk
membantu murid mengatasi masalah dalam belajar
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Masalah-Masalah Dalam Belajar
Masalah
adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat
sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan ada pula yang
mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985)
mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya,
menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu
dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian
belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya”.
Dari
definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau
didefinisikan sebagai berikut :
“Masalah belajar
adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran
proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi
tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa
kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami
oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa
murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam
interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar
selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis
berkenaan dengan bahan belajar.
Berikut ada
beberapa macam dari masalah-masalah dalam belajar, diantaranya adalah :
1.
Learning Disorder (Kekacauan Belajar)
Keadaan
dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang
bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya
tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih
rendah dari potensi yang dimilikinya.
Contoh :
Siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan
sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut
gerakan lemah-gemulai.
2.
Learning Disfunction
Merupakan
gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas
mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya.
Contoh :
Siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi
atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka
dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.
Under Achiever
Mengacu
kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang
tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
Contoh :
Siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan
tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa
saja atau malah sangat rendah.
4.
Slow Learner (Lambat Belajar)
Slow learner
adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu
yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama.
5.
Learning Disabilities (Ketidakmampuan Belajar)
Mengacu pada
gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga
hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
B.
Identifikasi Murid yang Bermasalah Dalam Belajar
Untuk mengidentifikasi
siawa yang diperkirakan mengalami masalah belajar dapat dilakukan dengan cara;
analisis hasil tes belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar, dan observasi
saat proses belajar mengajar berlangsung. Di bawah ini diuraikan cara
mengidentifikasi tersebut di atas.
1. Analisis Hasil Tes Belajar
Melalui tes
hasil belajar akan diketahui sejauh mana siswa telah mencapai tujuan belajar
yang telah ditetapkan sebelumnya. Siswa dikatakan telah mencapai tujuan
pengajaran apabila dia telah menguasai sebagian besar materi yang telah
diajarkan. Ketentuan penguasaan bahan ditentukan dengan menetapkan patokan,
yaitu persentase minimal yang harus dikuasai oleh siswa (misalnya 75%). Siswa
yang belum menguasai bahan pelajaran sesuai patokan yang ditetapkan, dikatakan
belum menguasai tujuan pengajaran. Siswa yang seperti ini diduga siswa yang
mengalami kesulitan belajar dan memerlukan bantuan khusus.
Berikut ini
akan dijelaskan beberapa langkah operasional diagnosis kesulitan belajar.
a. Dengan metoda criterion referenced, yaitu tes
yang mengasumsikan bahwa instrumen evaluasi atau soal yang digunakan telah
dikembangkan dengan memenuhi syarat – syarat tertentu. Tahapannya adalah
sebagai berikut :
1) Menetapkan angka nilai kualitatif minimal yang dapat
diterima, misalnya 5,0 atau 6,0.
2) Membandingkan prestasi dari setiap siswa dengan angka
nilai batas lulus tersebut. Secara teoritis, mereka yang angka nilai
prestasinya berada di bawah lulus sudah dapat diduga sebagai siswa yang
mengalami kesulitan belajar.
3) Menghimpun siswa yang diduga mengalami kesulitan
belajar serta mencari siswa yang mengalami gejala terparah (yang nilainya jauh
dibawah siswa penderita kesulitan belajar lainnya)
4) Membuat rangking atau tingkatan guna mempermudah dalam
pemberian prioritas layanan psikologis.
Dengan hasil
penandaan itu maka dapat dikatakan bahwa kelas atau individu-individu tersebut
memerlukan bimbingan belajar karena prestasinya belum memenuhi harapan (seperti
yang digariskan dalam TIK).
b. Dengan metoda norm-references, yaitu nilai
prestasi rata-rata dijadikan ukuran pembanding bagi setiap nilai prestasi
masing-masing siswa. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1) Mencari dan menghitung nilai rata-rata kelas atau
kelompok
2) Menandai siswa-siswa yang nilainya dibawah rata-rata
3) Jika mau diadakan prioritas layanan bimbingan,
terlebih dahulu harus membuat rangking seperti pada metoda pertama.
2.
Tes
Kemampuan Dasar
Setiap siswa memiliki kemampuan dasar atau kecerdasan
tertentu. Tingkat kemempuan ini biasanya diukur atau diungkap dengan
menggunakan tes kecerdasan yang sudah baku. Diasumsikan bahwa anak normal
memiliki tingkat kecerdasan (IQ) antara 90 – 109. Hasil belajar yang dicapai
siswa hendaknya dapat mencerminkan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Murid
yang memiliki kemampuan dasar tinggi akan mencapai hasil belajar yang tinggi
pula. Bilamana seorang siswa mencapai hasil belajar lebih rendah dari tingkat
kecerdasan yang dimilikinya, maka yang bersangkutan digolongkan sebagai siswa
yang mengalami masalah belajar atau di sebut Undeachiever.
Belajar merupakan tugas seorang siswa, oleh
karena itu seorang siswa perlu memiliki kebiasaan
belajar yang baik sehingga dapat mencapai prestasi yang
optimal. Kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor penen tu
keberhasilan belajar. Hasil penelitian yang dilakukan Rosmawati (dalam
Amti,1993), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berarti antara
kebiasaan belajar dengan hasil belajar. Hal ini berarti siswa
yang mempunyai kebiasaan belajar yang baik cenderung memperoleh hasil
belajar yang baik.
Senada dengan pendapat di atas, Prayitno
(dalam Amti,1993) menyatakan cara belajar(yang meliputi sikap dan kebiasaan
belajar) akan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Oleh sebab
itu, jika seorang siswa mendapat nilai yang kurang
memuaskan dalam belajar, salah satu faktor penting yang perlu
diperiksa adalah bagaimana cara belajar yang ditempuh.
mengungkap sikap dan kebiasaan belajar siswa dapat
dikembangkan alat berupa “ skala sikap dan kebiasaan belajar” (contoh lihat
lampiran). Melalui alat ini dapat diungkap cara siswa mengerjakan tugas-tugas
sekolah, sikap terhadap guru, sikap dalam menerima pelajaran, dan kebiasaan dalam
melaksanakan kegiatan belajar.
Dengan memperhatikan sikap dan kebiasaan belajar siswa
akan dapat diketahui siswa yang sikap dan kebiasaan belajarnya sudah
memadai dan perlu dipertahankan, serta siswa yang memerlukan bantuan
khusus dalam meningkatkan sikap dan kebiasaan belajarnya yang baik.
4.
Observasi
Saat Proses Belajar Mengajar Berlangsung
Kasus kesulitan belajar itu dapat pula di
deteksi dengan catatan observasi atau laporan proses kegiatan belajarnya.
Diantara catatan proses belajar itu ialah :(1) cepat-lambat
(berapa lama) menyelesaikan pekerjaan (tugasnya); (2)
Ketekunan atau persistensi dalam mengikuti pelajaran (berapa kali
tidak hadir, alpha, sakit, izin);(3) partisipasi dan kontribu
sinya dalam pemecahan masalah atau mengerjakan
tugas kelompok;(4)kemampuan kerjasama dan penyesuaian sosialnya.
Hasil analisa empiris terhadap
catatan keterlambatan penyelesaian tugas/soal,
ketidakhadiran (absensi), kurang aktif dan kurang
berpartisipasi, kurang penyesuaian diri dapat menunjukkan siswa yang
mengala mi kesulitan belajar.
C.
Upaya Untuk Mengatasi Masalah Dalam Belajar
Para
ahli telah mengajukan langkah-langkah yang
ditempuh untuk melaksanakan pemecahan masalah belajar.
Ross dan Stanley (dalam depdikbud,1985:38) menyatakan bahwa
tahapan dalam pemecahan masalah belajar sebagai berikut:
1.
who
are the pupils having trouble?
2.
where
are the errors located?
3.
why
do the errors located?
4.
what
remidies are suggested ?
5.
how
can errors be prevented
Sedangkan
Burton (dalam Depdikbud, 1985:38) menyatakan langkah-langkah pemecahan masalah
belajar meliputi:
1.
general
diagnosis,
2.
Analytic
diagnosis,
3.
Psycological
diagnosis.
Setelah ditemukan
siswa atau individu yang diduga mengalami
kesulitan belajar, maka selanjutnya adalah
melakukan diagnosa yaitu upaya untuk menentukan letak dan
jenis kesulitan serta latar belakangnya. Untuk itu di bawah ini secara
berturut-turut akan dibahas pertanyaan sbb :
1.
Dalam
mata pelajaran manakah kesulitan itu terjadi?
2.
Pada
kawasan tujuan belajar yang manakan kesulitan itu terjadi?
3.
Pada
bagian ruang lingkup bahan yang manakah kesulitan itu terjadi? Apa yang
melatarbelakangi terjadinya kesulitan itu.
Sebenarnya tidaklah terlalu sukar
untuk menjawab pertanyaan, apakah kesulitan itu
terjadi pada beberapa atau hanya salah satu mata pelajaran
tertentu. Dengan jalan membandingkan angka nilai prestasi tiap individu
yang bersangkutan dari semua mata pelajaran dengan
nilai rata-rata dari setiap mata pelajaran, maka dengan mudah dapat ditemukan
pada mata pelajaran manakah siswa mengalami kesulitan. sebagai berikut:
Penetapan tehnik yang
akan ditempuh disesuaikan dengan jenis, sifat dan latar belakang
kesulitan, misalnya ;
1.
Jika
berlatarbelakang pada masalah-masalah pribadi seperti konflik, rendah
diri, kurang kepercayaan pada diri sendiri, maka diberi bantuan konseling,
- Jika berlatar belakang karena gangguan mental atau gangguan kesehatan fisik, bantuannya ialah dengan melimpahkan kepada petugas yang berwenang,
- Jika berlatar belakang sosial dapat diberi pendekatan dengan group guidance (bimbingan kelompok) serta penempatan pada kelompok-kelompok tertentu dan sebagainya,
- Jika masalah yang timbul karena proses belajar mengajar maka diberi bantuan bimbingan belajar.
Jika terdapat kasus
kesulitan belajar seperti tersebut di atas, maka hendaknya:
1.
menarik
kesimpulan umum;
- membuat perkiraan, apakah masalah itu mungkin untuk diatasi, dan;
- memberikan saran tentang kemungkinan cara mengatasinya.
a. Untuk Kasus Kelompok
Jika mayoritas siswa
nilai prestasinya tidak dapat mencapai batas lulus (minimum acceptable
performance), kita dapat menyimpulkan bahwa kelas yang bersangkutan patut
diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar. Begitu juga dengan kelas
yang bernilai prestasi kelas di bawah kelas yang setaraf, kelas ini juga patut
diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar.
Jika fakta di atas
ternyata terjadi pada banyak bidang studi, dapat diduga bahwa letak
kelemahannya bersifat integral (menyeluruh) yang menyangkut keseluruhan aspek
kurikulum dan system pengajaran di kelas atau sekolah yang bersangkutan, tetapi
kalau kasus tersebut hanya terjadi pada bidang studi tertentu maka kelemahannya
dapat dilokalisasikan pada sistem instruksional khusus yang digunakan oleh guru
bidang studi.
Estimasi (perkiraan)
dan saran kemungkinan cara mengatasi kasus di atas dapat dilakukan dengan
terlebih dahulu mendefinisikan jenis dan sumber penyebab masalahnya dan
karakteristik berat atau ringannya masalah. Pada kasus kelompok penyebab
masalah dapat dikatakan dari luar diri diri siswa karena yang mengalami
kesulitan hampir semua siswa dalam satu kelas, sedangkan karakteristik
masalahnya sangat mungkin diatasi, berdasarkan gejala-gejala khas yang
berkaitan dengan kelompok.
Jika kelemahannya
bersumber dari kurikulum, maka kemungkinan cara mengatasi adalah dengan program
pengajaran khusus (pengayaan). Jika kelemahannya bersumber dari sistem
evaluasi, maka kemungkinan cara mengatasinya dengan pengembangan sistem
penilaian yang memotivasi siswa. Sedangkan jika kelemahan terdapat pada faktor
kondisional, kemungkinan dapat diatasi dengan melengkapi buku, laboratorium,
dan sarana-prasarana belajar lainnya.
b.
Untuk
Kasus Individu
Jika
ternyata hanya sebagaian kecil dari siswa (sekitar 5-25%) yang angka
prestasinya tidak mencukup batas lulus dan atau lebih kecil dari rata-rata
nilai prestasi kelas, kita dapat menyimpulkan bahwa letak kelemahan bersifat
individual. Permasalahan dapat disimpulkan lebih lanjut sebagai berikut.
1) Bersifat menyeluruh, jika ternyata
kelemahannya terjadi pada seluruh atau sebagaian besar bidang studi yang
diikutinya.
2) Bersifat segmental atau sektoral, jika
ternyata kelemahannya terjadi pada sebagaian bidang studi yang diikutinya.
3) Bersifat personal, jika ternyata
kelemahan itu bukan dalam segi prestasi studi tetapi segi proses atau
penyesuaian dirinya.
Sedangkan
sumber dan faktor penyebabnya dapat berupa faktor individu siswa yang
bersangkutan. Misalnya sifat sukar mengubah diri dengan pola-pola kebiasaan
belajar yang lebih sesuai, sikap menyepelekan sistem penilaian partisipasi, dan
belum menguasai pengetahuan dasar. Faktor dari luar diri siswa juga dapat
berpengaruh pada hal ini, contohnya hampir sama pada kasus kelompok yang
sebelumnya telah dijelaskan.
Untuk
mengatasi kasus individu ini, sebelumnya harus kita bedakan dahulu, mana yang
lebih muda diatasi dan mana yang lebih sulit. Jika faktor yang lebih
berpengaruh adalah faktor hereditas atau genetik, maka usaha penyembuhan secara
metodologis sangat kecil kemungkinannya untuk berhasil. Siswa semacam ini dapat
dibantu dengan penyaluran atau penjurusan program pendidikan tertentu yang
sesuai dengan kemampuannya. Jika kelemahan itu bersumber dari aspek individual
lainnya, seperti kebiasaan belajar, minat dan lingkungan, maka penyembuhan
secara metodologis dapat diterapkan meskipun hasilnya baru dapat dilihat dalam
waktu yang relatif lama.
Beberapa
alternatif yang dapat dilakukan dalam membantu masalah belajar siswa
yaitu : Remidial teaching atau pengajaran perbaikan, kegiatan
pengayaan, peningkatan motivasi belajar, peningkatan ketrampilan belajar,
pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik (Kartadinata, 1999; 75-79).
Di
bawah ini diuraikan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam membantu siswa
yang mengalami masalah belajar.
a)
Pengajaran
Perbaikan
Pengajaran
perbaikan merupakan bentuk khusus pengajaran yang bermaksud untuk menyembuhkan,
membetulkan atau membuat menjadi baik. pengajaran perbaikan dapat dilakukan
kepada seorang atau sekelompok siswa yang menghadapi masalah belajar dengan
maksud untuk memperbaiki kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka.
Pengajaran perbaikan sifatnya lebih khusus, karena bahan, metode, dan
pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis, sifat dan latar belakang masalah yang dihadapi
siswa. Wujud dari pengajaran perbaikan dapat berupa; pengajaran
ulang baik sebagian maupun keseluruhan suatu unit, pemecahan masalah sosial,
emosional maupun psikologis siswa.
b)
Kegiatan
pengayaan
Kegiatan
pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seorang atau
beberapa siswa yang sangat cepat dalam belajar. layanan ini dapat berupa
tugas-tugas tambahan yang terencana untuk menambah atau memperluas pengetahuan
dan ketrampilan yang telah dimiliki. Siswa yang cepat belajar hamper selalu
dapat mengerjakan tugas-tugas lebih cepat dibandingkan dengan teman-temannya
dalam waktu yang telah ditetapkan.
c)
Peningkatan
motivasi belajar
Prosedur
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar adalah
sebagai berikut:
1)
Memperjelas
tujuan-tujuan belajar. Melalui peneguhan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka
panjang yang akan dicapai, akan mendorong siswa giat belajar.
2)
Menciptakan
suasana pembelajaran yang menantang, merangsang dan menyenangkan.
3)
Memberi
hadiah (penguatan) baik secara verbal dan non verbal.
4)
Memberikan
hukuman (hukuman yang bersifat membimbing, yaitu yang menimbulkan efek
peningkatan perilaku kearah yang lebih baik).
5)
Menciptakan
interaksi yang hangat dan dinamis antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa.
6)
Menghindari
suasana yang mengancam dan menimbulkan tekanan-tekanan seperti suasana yang
menakutkan, mengecewakan, membingungkan dan menjengkelkan.
7)
Melengkapi
sumber dan peralatan belajar.
8)
Peningkatan
ketrampilan belajar
Ketrampilan
belajar sangat dibutuhkan siswa untuk dapat mencapai hasil belajar yang
optimal. Untuk meningkatkan ketrampilan belajar siswa dapat dilakukan
dengan cara memberikan informasi dan pelatihan ketrampilan belajar. Materi
pelatihan ketrampilan belajar dapat meliputi: cara membuat catatan yang
baik, cara menhadapi ujian, cara membuat ringkasan, cara menghafal materi
pelajaran dan sebagainya.
d)
Pengembangan
sikap dan kebiasaan belajar yang baik
Sikap
dan kebiasaan yang baik tidak tumbuh secara kebetulan, melainkan perlu
ditumbuhkan melalui bantuan yang terencana, terutama oleh guru-guru dan orang
tua siswa. untuk itu siswa hendaknya dibantu dalam hal;
1)
menemukan
motif-motif yang tepat dalam belajar
2)
memelihara
kondisi kesehatan yang baik
3)
mengatur
waktu belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah
4)
memilih
tempat belajar yang baik
5)
belajar
dengan menggunakan berbagai sumber belajar
6)
membaca
dengan cara yang baik
7)
tak
segan-segan bertanya untuk hal-hal yang belum diketahui.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam proses pembelajaran tentunya tidak
selalu sesuai dengan apa yang kita perkirakan, ternyata dalam proses
pembelajaran terdapat beberapa masalah-masalah dalam pembelajaran terutama pada
peserta didik dalam kesulitan belajar. Masalah tersebut diantaranya yaitu
kelambatan belajar, kekacauan belajar, ketidak mampuan belajar, dan lain-lain.
Mengenai hal tersebut tentunya kita
sebagai calon pendidik harus tahu bagaimana upaya untuk mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik dalam belajar sehingga dalam
proses pembelajaran tidak ada gangguan dan tujuan dari proses pembelajaran itu
dapat tercapai.
B.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis
penyadari bahwa masih banyak kekuranagan ataupun kesalahan. Untuk itu penulis
membutuhkan saran dari pembaca agar penulis dapat membuat makalah yang lebih
baik lagi.
Dafta Pustaka
Komentar
Posting Komentar