Program Tindak Lanjut (Perencanaan Pembelajaran)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal. Kedua, adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
Dengan demikian kami, membuat makalah tentang masalah-masalah yang ada dalam belajar, mengidentifikasi murid yang bermasalah, dan membantu murid untuk mengatasi masalah dalam belajar.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja macam-macam masalah dalam belajar?
2.      Bagaimana cara mengidentifikasi murid yang bermasalah dalam belajar?
3.      Bagaimana upaya untuk membantu murid mengatasi masalah dalalm belajar?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui macam-macam masalah dalam belajar
2.      Untuk mengetahui cara mengidentifikasi murid yang bermasalah dalam belajar
3.      Untuk mengetahui upaya apa saja untuk membantu murid mengatasi masalah dalam belajar


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Masalah-Masalah Dalam Belajar
Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan ada pula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
Berikut ada beberapa macam dari masalah-masalah dalam belajar, diantaranya adalah :
1.      Learning Disorder (Kekacauan Belajar)
Keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
Contoh : Siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.      Learning Disfunction
Merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya.
Contoh : Siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.      Under Achiever
Mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.


Contoh : Siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4.      Slow Learner (Lambat Belajar)
Slow learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.      Learning Disabilities (Ketidakmampuan Belajar)
Mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
B.     Identifikasi Murid yang Bermasalah Dalam Belajar
Untuk mengidentifikasi siawa yang diperkirakan mengalami masalah belajar dapat dilakukan dengan cara; analisis hasil tes belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar, dan observasi saat proses belajar mengajar berlangsung. Di bawah ini diuraikan cara mengidentifikasi tersebut di atas.
1.      Analisis Hasil Tes Belajar
Melalui tes hasil belajar akan diketahui sejauh mana siswa telah mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Siswa dikatakan telah mencapai tujuan pengajaran apabila dia telah menguasai sebagian besar materi yang telah diajarkan. Ketentuan penguasaan bahan ditentukan dengan menetapkan patokan, yaitu persentase minimal yang harus dikuasai oleh siswa (misalnya 75%). Siswa yang belum menguasai bahan pelajaran sesuai patokan yang ditetapkan, dikatakan belum menguasai tujuan pengajaran. Siswa yang seperti ini diduga siswa yang mengalami kesulitan belajar dan memerlukan bantuan khusus.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa langkah operasional diagnosis kesulitan belajar.
a.       Dengan metoda criterion referenced, yaitu tes yang mengasumsikan bahwa instrumen evaluasi atau soal yang digunakan telah dikembangkan dengan memenuhi syarat – syarat tertentu. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1)       Menetapkan angka nilai kualitatif minimal yang dapat diterima, misalnya 5,0 atau 6,0.
2)       Membandingkan prestasi dari setiap siswa dengan angka nilai batas lulus tersebut. Secara teoritis, mereka yang angka nilai prestasinya berada di bawah lulus sudah dapat diduga sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar.
3)       Menghimpun siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar serta mencari siswa yang mengalami gejala terparah (yang nilainya jauh dibawah siswa penderita kesulitan belajar lainnya)
4)       Membuat rangking atau tingkatan guna mempermudah dalam pemberian prioritas layanan psikologis.
Dengan hasil penandaan itu maka dapat dikatakan bahwa kelas atau individu-individu tersebut memerlukan bimbingan belajar karena prestasinya belum memenuhi harapan (seperti yang digariskan dalam TIK).
b.       Dengan metoda norm-references, yaitu nilai prestasi rata-rata dijadikan ukuran pembanding bagi setiap nilai prestasi masing-masing siswa. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1)       Mencari dan menghitung nilai rata-rata kelas atau kelompok
2)       Menandai siswa-siswa yang nilainya dibawah rata-rata
3)       Jika mau diadakan prioritas layanan bimbingan, terlebih dahulu harus membuat rangking seperti pada metoda pertama.
2.      Tes Kemampuan Dasar
Setiap siswa memiliki kemampuan dasar atau kecerdasan tertentu. Tingkat kemempuan ini biasanya diukur atau diungkap dengan menggunakan tes kecerdasan yang sudah baku. Diasumsikan bahwa anak normal memiliki tingkat kecerdasan (IQ) antara 90 – 109. Hasil belajar yang dicapai siswa hendaknya dapat mencerminkan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Murid yang memiliki kemampuan dasar tinggi akan mencapai hasil belajar yang tinggi pula. Bilamana seorang siswa mencapai hasil belajar lebih rendah dari tingkat kecerdasan yang dimilikinya, maka yang bersangkutan digolongkan sebagai siswa yang mengalami masalah belajar atau di sebut Undeachiever.
3.      Skala Sikap dan Kebiasaan Belajar
Belajar merupakan tugas seorang siswa, oleh karena  itu  seorang siswa perlu memiliki  kebiasaan belajar  yang baik sehingga dapat mencapai prestasi  yang optimal.  Kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor penen tu keberhasilan belajar. Hasil penelitian yang  dilakukan Rosmawati (dalam Amti,1993), menunjukkan bahwa terdapat  hubungan yang berarti antara  kebiasaan belajar dengan hasil  belajar.  Hal ini berarti siswa  yang mempunyai kebiasaan belajar yang baik cenderung memperoleh hasil  belajar yang baik.
Senada dengan pendapat di  atas, Prayitno  (dalam Amti,1993) menyatakan cara belajar(yang meliputi sikap dan kebiasaan belajar)  akan  mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Oleh sebab itu, jika  seorang siswa mendapat  nilai  yang kurang memuaskan  dalam belajar, salah satu faktor penting yang  perlu  diperiksa adalah bagaimana cara belajar yang ditempuh.
mengungkap sikap dan kebiasaan belajar siswa dapat dikembangkan alat berupa “ skala sikap dan kebiasaan belajar” (contoh lihat lampiran). Melalui alat ini dapat diungkap cara siswa mengerjakan tugas-tugas sekolah, sikap terhadap guru, sikap dalam menerima pelajaran, dan kebiasaan dalam melaksanakan kegiatan belajar.
Dengan memperhatikan sikap dan kebiasaan belajar siswa akan dapat diketahui siswa yang sikap dan kebiasaan belajarnya sudah memadai  dan perlu dipertahankan, serta siswa yang memerlukan bantuan khusus dalam meningkatkan sikap dan kebiasaan belajarnya yang baik.
4.      Observasi Saat Proses Belajar Mengajar Berlangsung
Kasus  kesulitan belajar itu dapat pula di deteksi dengan catatan observasi atau laporan proses kegiatan belajarnya. Diantara  catatan proses  belajar itu ialah :(1) cepat-lambat (berapa  lama) menyelesaikan pekerjaan (tugasnya); (2)  Ketekunan  atau persistensi  dalam mengikuti pelajaran (berapa kali tidak hadir,  alpha, sakit, izin);(3) partisipasi dan  kontribu sinya  dalam  pemecahan masalah  atau  mengerjakan  tugas kelompok;(4)kemampuan kerjasama dan penyesuaian sosialnya.
Hasil  analisa empiris terhadap  catatan  keterlambatan penyelesaian   tugas/soal, ketidakhadiran   (absensi),  kurang  aktif dan kurang berpartisipasi, kurang penyesuaian diri dapat  menunjukkan siswa yang mengala mi kesulitan belajar.
C.    Upaya Untuk Mengatasi Masalah Dalam Belajar
Para  ahli  telah  mengajukan  langkah-langkah  yang ditempuh  untuk melaksanakan pemecahan  masalah  belajar. Ross  dan  Stanley  (dalam depdikbud,1985:38)  menyatakan bahwa  tahapan  dalam pemecahan masalah  belajar sebagai berikut:
1.          who are the pupils  having  trouble?
2.          where are  the errors located?
3.          why do the errors  located?
4.          what  remidies are suggested ?
5.          how can errors  be  pre­vented


Sedangkan Burton (dalam Depdikbud, 1985:38) menya­takan langkah-langkah pemecahan masalah belajar  meliputi:
1.          general diagnosis,
2.          Analytic diagnosis,
3.          Psycolog­ical diagnosis.
Setelah  ditemukan siswa  atau  individu  yang diduga  mengalami  kesulitan belajar,  maka   selanjutnya adalah  melakukan  diagnosa yaitu upaya  untuk menentukan letak  dan jenis kesulitan serta latar belakangnya. Untuk itu  di bawah ini secara berturut-turut akan dibahas  per­tanyaan  sbb :
1.          Dalam mata pelajaran manakah  kesulitan itu terjadi?
2.          Pada kawasan tujuan belajar yang  manakan kesulitan itu terjadi?
3.          Pada bagian ruang lingkup  bahan yang manakah kesulitan itu terjadi? Apa yang melatarbela­kangi terjadinya kesulitan itu.
Sebenarnya  tidaklah terlalu sukar untuk menjawab  per­tanyaan,  apakah  kesulitan itu terjadi  pada  beberapa atau  hanya salah satu mata pelajaran tertentu.  Dengan jalan membandingkan angka nilai prestasi tiap individu yang  bersangkutan  dari semua mata  pelajaran  dengan nilai rata-rata dari setiap mata pelajaran, maka dengan mudah dapat ditemukan pada mata pelajaran  manakah siswa mengalami kesulitan. sebagai berikut:
Penetapan  tehnik  yang  akan  ditempuh  disesuaikan dengan jenis, sifat dan latar belakang kesulitan, misalnya ;
1.       Jika berlatarbelakang pada  masalah-masalah pribadi seperti konflik, rendah diri, kurang kepercayaan pada diri sendiri, maka diberi bantuan konseling,
  1. Jika berlatar   belakang karena gangguan mental atau gangguan  kesehatan  fisik,  bantuannya  ialah  dengan   melimpahkan kepada petugas yang berwenang,
  2. Jika berlatar  belakang  sosial  dapat  diberi  pendekatan dengan  group  guidance (bimbingan kelompok) serta penempatan pada kelompok-kelom­pok  tertentu dan sebagainya,
  3. Jika masalah yang timbul karena  proses belajar mengajar  maka diberi bantuan  bim­bingan belajar.
Jika terdapat kasus kesulitan belajar seperti tersebut di atas, maka hendaknya:
1.       menarik kesimpulan umum;
  1. membuat perkiraan, apakah masalah itu mungkin untuk diatasi, dan;
  2. memberikan saran tentang kemungkinan cara mengatasinya.
a.       Untuk Kasus Kelompok
Jika mayoritas siswa nilai prestasinya tidak dapat mencapai batas lulus (minimum acceptable performance), kita dapat menyimpulkan bahwa kelas yang bersangkutan patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar. Begitu juga dengan kelas yang bernilai prestasi kelas di bawah kelas yang setaraf, kelas ini juga patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar.
Jika fakta di atas ternyata terjadi pada banyak bidang studi, dapat diduga bahwa letak kelemahannya bersifat integral (menyeluruh) yang menyangkut keseluruhan aspek kurikulum dan system pengajaran di kelas atau sekolah yang bersangkutan, tetapi kalau kasus tersebut hanya terjadi pada bidang studi tertentu maka kelemahannya dapat dilokalisasikan pada sistem instruksional khusus yang digunakan oleh guru bidang studi.
Estimasi (perkiraan) dan saran kemungkinan cara mengatasi kasus di atas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan jenis dan sumber penyebab masalahnya dan karakteristik berat atau ringannya masalah. Pada kasus kelompok penyebab masalah dapat dikatakan dari luar diri diri siswa karena yang mengalami kesulitan hampir semua siswa dalam satu kelas, sedangkan karakteristik masalahnya sangat mungkin diatasi, berdasarkan gejala-gejala khas yang berkaitan dengan kelompok.
Jika kelemahannya bersumber dari kurikulum, maka kemungkinan cara mengatasi adalah dengan program pengajaran khusus (pengayaan). Jika kelemahannya bersumber dari sistem evaluasi, maka kemungkinan cara mengatasinya dengan pengembangan sistem penilaian yang memotivasi siswa. Sedangkan jika kelemahan terdapat pada faktor kondisional, kemungkinan dapat diatasi dengan melengkapi buku, laboratorium, dan sarana-prasarana belajar lainnya.
b.      Untuk Kasus Individu
Jika ternyata hanya sebagaian kecil dari siswa (sekitar 5-25%) yang angka prestasinya tidak mencukup batas lulus dan atau lebih kecil dari rata-rata nilai prestasi kelas, kita dapat menyimpulkan bahwa letak kelemahan bersifat individual. Permasalahan dapat disimpulkan lebih lanjut sebagai berikut.
1)    Bersifat menyeluruh, jika ternyata kelemahannya terjadi pada seluruh atau sebagaian besar bidang studi yang diikutinya.
2)    Bersifat segmental atau sektoral, jika ternyata kelemahannya terjadi pada sebagaian bidang studi yang diikutinya.
3)    Bersifat personal, jika ternyata kelemahan itu bukan dalam segi prestasi studi tetapi segi proses atau penyesuaian dirinya.
Sedangkan sumber dan faktor penyebabnya dapat berupa faktor individu siswa yang bersangkutan. Misalnya sifat sukar mengubah diri dengan pola-pola kebiasaan belajar yang lebih sesuai, sikap menyepelekan sistem penilaian partisipasi, dan belum menguasai pengetahuan dasar. Faktor dari luar diri siswa juga dapat berpengaruh pada hal ini, contohnya hampir sama pada kasus kelompok yang sebelumnya telah dijelaskan.
Untuk mengatasi kasus individu ini, sebelumnya harus kita bedakan dahulu, mana yang lebih muda diatasi dan mana yang lebih sulit. Jika faktor yang lebih berpengaruh adalah faktor hereditas atau genetik, maka usaha penyembuhan secara metodologis sangat kecil kemungkinannya untuk berhasil. Siswa semacam ini dapat dibantu dengan penyaluran atau penjurusan program pendidikan tertentu yang sesuai dengan kemampuannya. Jika kelemahan itu bersumber dari aspek individual lainnya, seperti kebiasaan belajar, minat dan lingkungan, maka penyembuhan secara metodologis dapat diterapkan meskipun hasilnya baru dapat dilihat dalam waktu yang relatif lama.
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan dalam membantu masalah belajar  siswa yaitu : Remidial  teaching  atau pengajaran perbaikan, kegiatan pengayaan, peningkatan motivasi belajar, peningkatan ketrampilan belajar, pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik (Kartadinata, 1999; 75-79).
Di bawah ini diuraikan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam membantu siswa yang mengalami masalah belajar.
a)      Pengajaran Perbaikan
Pengajaran perbaikan merupakan bentuk khusus pengajaran yang bermaksud untuk menyembuhkan, membetulkan atau membuat menjadi baik. pengajaran perbaikan dapat dilakukan kepada seorang atau sekelompok siswa yang menghadapi masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka. Pengajaran perbaikan sifatnya lebih khusus, karena bahan, metode, dan pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis, sifat dan latar belakang masalah yang dihadapi siswa.   Wujud dari pengajaran perbaikan dapat berupa; pengajaran ulang baik sebagian maupun keseluruhan suatu unit, pemecahan masalah sosial, emosional maupun psikologis siswa.
b)      Kegiatan pengayaan
Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seorang atau beberapa siswa yang sangat cepat dalam belajar. layanan ini dapat berupa tugas-tugas tambahan yang terencana untuk menambah atau memperluas pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki. Siswa yang cepat belajar hamper selalu dapat mengerjakan tugas-tugas lebih cepat dibandingkan dengan teman-temannya dalam waktu yang telah ditetapkan. 
c)      Peningkatan motivasi belajar
Prosedur yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar adalah sebagai berikut:
1)    Memperjelas tujuan-tujuan belajar. Melalui peneguhan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang yang akan dicapai, akan mendorong siswa giat belajar.
2)    Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, merangsang dan menyenangkan.
3)    Memberi hadiah (penguatan) baik secara verbal dan non verbal.
4)    Memberikan hukuman (hukuman yang bersifat membimbing, yaitu yang menimbulkan efek peningkatan perilaku kearah yang lebih baik).
5)    Menciptakan interaksi yang hangat dan dinamis antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa.
6)    Menghindari suasana yang mengancam dan menimbulkan tekanan-tekanan seperti suasana yang menakutkan, mengecewakan, membingungkan dan menjengkelkan.
7)    Melengkapi sumber dan peralatan belajar.  
8)    Peningkatan ketrampilan belajar
Ketrampilan belajar sangat dibutuhkan siswa untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal.  Untuk meningkatkan ketrampilan belajar siswa dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi dan pelatihan ketrampilan belajar. Materi pelatihan ketrampilan belajar dapat  meliputi: cara membuat catatan yang baik, cara menhadapi ujian, cara membuat ringkasan, cara menghafal materi pelajaran dan sebagainya.
d)   Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik
Sikap dan kebiasaan yang baik tidak tumbuh secara kebetulan, melainkan perlu ditumbuhkan melalui bantuan yang terencana, terutama oleh guru-guru dan orang tua siswa. untuk itu siswa hendaknya dibantu dalam hal;
1)     menemukan motif-motif yang tepat dalam belajar
2)     memelihara kondisi kesehatan yang baik
3)     mengatur waktu belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah
4)     memilih tempat belajar yang baik
5)     belajar dengan menggunakan berbagai sumber belajar
6)     membaca dengan cara yang baik
7)     tak segan-segan bertanya untuk hal-hal yang belum diketahui.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam proses pembelajaran tentunya tidak selalu sesuai dengan apa yang kita perkirakan, ternyata dalam proses pembelajaran terdapat beberapa masalah-masalah dalam pembelajaran terutama pada peserta didik dalam kesulitan belajar. Masalah tersebut diantaranya yaitu kelambatan belajar, kekacauan belajar, ketidak mampuan belajar, dan lain-lain.
Mengenai hal tersebut tentunya kita sebagai calon pendidik harus tahu bagaimana upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik dalam belajar sehingga dalam proses pembelajaran tidak ada gangguan dan tujuan dari proses pembelajaran itu dapat tercapai.
B.     Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis penyadari bahwa masih banyak kekuranagan ataupun kesalahan. Untuk itu penulis membutuhkan saran dari pembaca agar penulis dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.


Dafta Pustaka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RPP Kurikulum 2013 Kelas IV/1 Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup

Pendahuluan